Peminat anime mulai banyak belakangan ini. Salah satu anime yang membahas cosplay berjudul My Dress-Up Darling (Sono Bisque Doll wa Koi o Suru) juga pernah menempati anime peringkat pertama, dengan penonton terbanyak selama musim dingin 2022, mengalahkan Attack On Titan dan Demon Slayer.

Setiap orang tentu memiliki hobi atau passion yang mereka sukai, dan mereka rela mengeluarkan uang buat hal tersebut. Sebagaimana penyuka film mengeluarkan uang untuk membeli tiket bioskop, olahragawan membeli jersey dan menyewa lapangan, begitu pula dengan cosplay.

Kata Robin S. Rosenberg, seorang psikolog University of California, San Francisco, biasanya cosplayer memerankan tokoh yang mereka sukai secara pribadi. Rosenberg sudah banyak menulis perihal karakter fiksi, terutama pahlawan super. Dia pun tertarik mempelajari perihal cosplay.

"Kita tahu dari psikologi bahwa kita semua memainkan peran yang berbeda sepanjang hari dan pekan," kata Rosenberg. "Aspek yang berbeda dari saya–psikolog, istri dan ibu–muncul ke permukaan dalam konteks yang berbeda. Saya menjadi ingin tahu tentang orang-orang yang benar-benar memiliki peran, dan apa yang muncul ke permukaan ketika mengenakan kostum.”

Menurut Rosenberg, menjadi cosplayer bisa sangat berarti bagi seseorang yang menghadapi trauma. Menjadi Batman, misalnya. 

Batman adalah superhero (sebagian menyebutnya anti-hero) yang mengalami trauma karena menyaksikan kedua orang tuanya meninggal di depan matanya. Dia mengenakan kostum kelelawar dan berkeliaran di jalan, sambil memulihkan traumanya. 

"Ketika orang berpakaian seperti Batman, kebanyakan ngomongin tentang pengalaman traumatis mereka sendiri," kata Rosenberg. "Dia selamat serta menemukan makna dan tujuan dari pengalamannya. Hal itu menginspirasi mereka."

Rosenberg mencatat bahwa Wonder Woman adalah pilihan paten dan populer lainnya yang berkaitan dengan banyak cewek. Sebagian memilih Wonder Women karena dia punya dunianya sendiri di saat dunia komik superhero didominasi oleh cowok. 

Bagi para cosplayer tersebut, berpakaian seperti Wonder Woman adalah cara untuk merayakan dan merangkul kekuatan miliknya, kata Rosenberg kepada Live Science.

Rosenberg menjelaskan bahwa, terkadang, mengenakan kostum memungkinkan seseorang untuk mendapatkan kepercayaan diri yang tidak mereka ketahui, dan membantu mereka mengatasi rasa malu di dalam kehidupan nyata. "Ketika mereka mengenakan kostum, mereka menjadi lebih bersosialisasi," kata Rosenberg. 

Dalam event cosplay, biasanya cosplayer satu sama lain jadi mengobrol. Kerap fotografer pun menghampiri mereka, mengajaknya ngobrol dan meminta izin untuk sekadar mengambil foto. Rosenberg pun ngobrol dengan cosplayer, yang kata kebanyakan orang, mereka adalah introvert.

"Mengenakan kostum untuk cosplay bisa memanggil sesuatu dalam dirimu yang biasanya tidak keluar," kata Rosenberg. Istilah cosplay berasal dari gabungan kata costume dan play. Cosplay merupakan istilah Inggris yang dibuat oleh Jepang mengenai berpakaian seperti tokoh dalam film, anime, maupun video game.

Cosplay sudah ada sejak abad ke-20. Pernah diadakan di Amerika Serikat pada 1960-an dengan tema film fiksi. Pernah juga diadakan di Jepang pada 1978 di Ashinoko, Jepang dalam bentuk pesta topeng konvensi fiksi ilmiah Nihon SF Taikai ke-17.

Indonesia pun punya event cosplay tahunan seperti Indonesia Comic Con, Showtime, Ennichisai, Gelar Jepang UI dan Clas:H. Event cosplay yang tersedia bikin lo para peminat cosplay jadi punya panggung, dan bisa mengekspresikan diri dengan memerankan tokoh favorit lo.

Dengan mengikuti event cosplay, lo akhirnya bisa bersosialisasi dan mengeluarkan sisi diri lo yang biasanya enggak keluar di kehidupan nyata. Mulai dari bersosialisasi di event cosplay, bisa jadi lo lebih luwes bersosialisasi dengan teman-teman di kehidupan nyata lo. (*/)



 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved