DESAIN DAN TRANSFORMASI KEBUDAYAAN

Berbicara tenang kebudayaan, Indonesia memang memiliki banyak sekali ragam budaya mulai dari tarian, rumah adat, pakaian, senjata, dan bahasa daerah. Terlalu banyaknya ragam kebudayaan tersebut menjadikan kita beberapa kali harus ‘pura-pura kaget’ saat kebudayaan kita diambil negara tetangga. Jatidiri dan identitas suatu negara ada didalam kebudayaannya, jika itu hilang maka hilang pula jatidiri negara tersebut.

Dampak dari arus globalisasi hampir bisa dirasakan diberbagai cabang desain. Batik adalah karya seni luhur yang diwariskan nenek moyang pada kita. Batik jugalah yang mengantarkan Indonesia bisa terkenal di manca negara. Namun perkembangan batik saat ini tidak menuju arah yang lebih baik. Perkembangan batik sekarang ini lebih dominan pada carangan dan batik sempalan. Batik carangan adalah batik yang sudah mengalami modifikasi tetapi masih menampilkan unsur-unsur batik klasik. Sedangkan batik sempalam, tampilannya merupakan modifikasi bebas hasil kreatifitas desainer/pembatiknya. Sangat bisa terjadi bahwa motif dan warna pakem dalam batik tidak berlaku lagi. Dunia industri fashion sudah sedemikian rupa menggiring batik dalam kondisi yang seperti sekarang ini. Bahkan di Pekalongan, muncul suatu kebanggaan bahwa jika bisa memproduksi batik dengan harga semurah mungkin, maka itu adalah prestasi. Batik yang awalnya adalah karya seni yang luhur dari nenek moyang kita sudah bertransformasi menjadi  karya seni yang ‘rendah’. Padahal yang dikatakan batik adalah proses penulisan gambar atau ragam hias pada media apapun dengan menggunakan lilin batik (wax) sebagai alat perintang warna. Jadi dapat dikatakan jika sebuah kain tidak digambar melalui proses lilin batik maka itu bukan kain batik, tapi tekstil yang bermotif batik.



Pergeseran budaya terjadi juga dalam dunia desain grafis. Kemudahan dan keinstanan yang ditawarkan oleh teknologi membuat desainer-desainer grafis dengan mudah ‘mengoprek’ unsur-unsur desain menjadi lebih global. Contohnya saja karakter tokoh Gatotkaca yang sekarang ini menjadi lebih berfariasi. Tokoh superhero dalam perwayangan ini sudah di redesain menjadi lebih global dan mulai bergeser dari citra Gatotkaca yang sebenarnya. Sebuah iklan layanan masyarakat menganggkat tema tersebut.

Dalam iklan itu terdapat kode hermeutik terlihat pada aspek enigma. Pertanyaannya, kenapa Gatotkaca diversuskan dengan Superman ? Padahal jelas Gatotkaca dan Superman hidup dalam atmosfet dan peradaban yang berbeda. Terlepas dari ketenaran Superman dibandingkan Gatotkaca, saya pribadi melihat fenomena ini sebagai fenomena pergeseran cara pandang masyarakat kita akan sebuah karya seni. Arus globalisasi tampaknya telah merupan pola pikir masyarakat menjadi global yang mengesampingkan aspek mitos, legenda,dan seni. Hal ini dikarenakan masyarakat kita jauh lebih sering menonton tayangan global (Superman) daripada tayangan lokal (Gatotkaca). Masyarakat terus dihujani dengan citra Superman, mulai dari film, komik. Merchendise kaos, sticker yang akhirnya masyarakat lebih mengingat dan menyukai tokoh Superman. Kebudayaan kita mulai terlupakan karena desainer-desainer kita lebih sering menampilkan tokoh hasil globalisasi dilayar kaca. Anak-anak jaman sekarang akan lebih mudah menyebutkan nama-nama keluarga Disney daripada tokoh dalam Punakawan. Mungkin bila disurvey, seluruh anak di dunia ini memiliki keseragaman idola tokoh ksatria, yaitu Superman.

Di bidang arsitektur juga terjadi kepopuleran budaya yaitu gaya rumah minimalis. Gaya minimalis bukan ciri khas lokal tapi merupakan adopsi dari luar. Gaya rumah minimalis yang mengusung segi simple dan cenderung kotak ini sejatinya tidak sesuai dengan iklan tropis di Indonesia. Struktur bangunan rumah minimalis biasanya menggunakan rangka beton yang walaupun kuat rangka tersebut dapat menyimpan panas dan kemudian melepaskannya secara perlahan sehingga rumah menjadi panas dalam jangka waktu yang lama. Apalagi rumah minimalis yang memiliki atap datar. Rumah dengan atap datar hanya cocok di daerah iklim 4 musim karena mereka hanya memiliki periode musim hujan yang singkat. Sedangkan di Indonesia curah hujan cukup tinggi, akibatnya air hujan akan mudah tergenang yang akhirnya menimbulkan masalah baru seperti kebocoran. Curah hujan yang tinggi dan suhu yang panas membuat rumah minimalis hanya tampak keren dari luar.

Pergeseran ini bisa jadi karena desainer-desainer kita juga mengalami perubahan pola pikir. Mereka mulai berfikir bahwa agar desainnya disukai, maka dia harus mengikuti arus yang ada. Pamor kebudayaan lokal semakin menurun akibat tergerus dengan arus globalisasi. Mike Featherstone mengatakan, budaya global menjadi sebuah persoalan ketika budaya-budaya lokal terinterasi “kedalam struktur-struktur yang lebih bersifat impersonal yang didalamnya mengatur pasar atau administrasi dijaga oleh elit-elit nasional atau para profesional dan ahli lintas budaya yang mempunyai kapasitas untuk mengesampingkan proses pengambilan keputusan lokal dan menentukan nasib lokalitas.”  Hegemonisasi atau penyeragaman budaya secara besar-besaran di dalam berbagai bentuk, media, dan produknya, yang menyebabkan menyempitnya ruang lokal dan merosotnya pamor budaya lokal. Melihat fakta tersebu, seharusnya masyarakat kita (baca : desainer) memiliki semangat untuk kembali ke budaya lokal (localism) mulai terdorong untuk menjaga dan mulai khawatir akan kelenyapan budaya lokal.


Budaya Memberi Pengaruh Terhadap Desain Grafis


Budaya sebenarnya adalah merupakan peradaban yang terus berkembang dan pembentuk kebiasaan atau pola pikir masyarakat dan memberikan pengaruh yang luas pada kehidupan bermasyarakat. Dan kehidupan masyarakat tersebut bagian kecilnya adalah perkembangan Desain Grafis sebagai wujud komunikasi bermasyarakat.

Dalam membuat Desain Grafis, tentunya ada unsur-unsur yang berpengaruh dan sangat membantu desainer dalam membuat sebuah karya desain grafis. Diantara banyak unsur, ada dua unsur yang sangat berpengaruh, yaitu, kebudayaan dan teknologi.

Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada perilaku konsumen sehingga juga memberikan pengaruh pada produsen untuk mengkonsep produk atau jasa. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya.

Selama ini kebudayaan danteknologi memberikan pengaruh kuat pada desain grafis, contohnya DESIGN adalah Periklanan. Pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, sub budaya dan kelas sosial pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang.

Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya.



Sub-budaya.
Sub-budaya dapat dibedakan menjadi 4 jenis : kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak sub-budaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar sering kali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. (Ebert dan Griffin: 1995) Desainer menggunakan berbagai cara untuk menyampaikan artinya, dan sering kali memanfaatkan norma-norma budaya bersama, nilai-nilai, sejarah dan bahasa.

Penggunaan simbol atau tokoh heroik dari masa lalu untuk mendukung atau mewakili sudut pandang atau kualitas tertentu. Selain itu, kebudayaan yang digunakan dalam desain grafis secara tidak sengaja telah memberitahukan jati diri desainernya.

Salah satu besarnya pengaruh faktor budaya pada Desain Grafis, misalnya pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, sub- budaya dan kelas sosial pembeli agar dapat memuaskan keinginan dan perilaku konsumen.

Seni atau lebih spesifik Desain Grafis tidak lepas dari manusia, terbukti dari jaman dahulu hingga sekarang banyak sekali karya-karya yang telah dibuat. Dahulu manusia-manusia prasejarah sudah mengenal seni rupa, buktinya terdapat lukisan-lukisan di dinding yang menggambarkan kehidupan mereka di jaman dahulu.

Orang-orang dahulu lebih paham terhadap gambar-gambar/simbol-simbol karena pada waktu itu belum terdapat tulisan. Tulisan sendiri pun muncul berawal dari simbol-simbol yang baru berubah menjadi huruf-huruf atau tulisan. Termasuk huruf alphabet yang ada sekarang pada awalnya tulisan tersebut berasal dari simbol-simbol jaman dahulu.

Budaya akan digunakan sebagai sumber pemikiran untuk mengembangkan suatu desain grafis. Banyak budaya kita yang menarik digunakan sebagai desain grafis,sebagai contohnya adalah kerajinan kain daerah. Kerajinan kain daerah merupakan warisan nenek moyang kita yang sangat indah untuk di jadikan sebagai sumber pikiran dalam membuat desain grafis, contohnya adalah batik dan songket.

Bukti lain dari pengaruh Budaya terhadap Desain grafis di Indonesia sangat banyak salah satunya adalah Wayang Kulit. Wayang kulit sebenarnya sudah lama ada di Indonesia terutama di Jawa. Contoh lain adalah lambang agama Shinto yaitu Yin dan Yang menggunakan grafis warna hitam dan putih dalam mengaplikasikan simbolnya, yang bermakna kebaikan dan keburukan merupakan suatu keseimbangan.


 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved