Tahun 2020 akan selalu diingat
sebagai masa pandemi, di mana semua masyarakat harus beradaptasi untuk
melakukan aktivitas dari rumah. Berbagai tantangan sudah dilewati demi bertahan
hidup di tengah wabah virus COVID-19. Satu tahun pandemi berlalu tentu
tidak mudah, namun tahun 2020 juga merupakan tahun dimana akselerasi adopsi
teknologi kian bertumbuh pesat. Awalnya masyarakat resistant dengan
transformasi digital yang terjadi dalam penerapan teknologi di kehidupan
sehari-hari. Berbeda dengan sekarang, seluruh
masyarakat dituntut untuk memanfaatkan teknologi demi kesehatan bersama. Mulai
dari belanja online hingga transaksi pembayaran non-tunai di gerai offline
mulai diterapkan untuk meminimalisir kontak fisik. Dapat dikatakan bahwa
pandemi telah mempercepat adopsi teknologi di era digital. Untuk itu penerapan
teknologi yang tepat dapat mengubah tantangan menjadi opportunity, terlebih
bagi industri ekonomi kreatif. Sama halnya dengan yang terjadi
di industri fotografi dan videografi. Selama pandemi, pelaku industri ini
beradaptasi dengan keadaan dimana tidak boleh dilakukan pemotretan dan shooting
karena adanya pembatasan sosial, tidak boleh ada kegiatan tatap muka, hingga
tidak boleh adanya kontak fisik antara subject (fotografer / videografer)
dengan object (talent/model/produk). Hal tersebut membuat para pelaku
industri fotografi dan videografi harus berinovasi dan sigap mengambil
kesempatan untuk menciptakan konten berkualitas, yang relevan dengan target
pasar serta aman dieksekusi selama pandemi. Pelaku industri fotografi dan
videografi bergegas menyesuaikan diri dengan keadaan new normal dan menempatkan
diri dalam risiko, jadi harus berhati-hati dalam menghasilkan karya dan banyak
memanfaatkan teknologi dalam produksi. Penerapan protokol kesehatan
sangat penting untuk dilakukan, bukan hanya untuk tim produksi namun juga untuk
kepentingan klien. Salah satu contohnya adalah semua produksi dapat dipantau
secara virtual dari jarak jauh. Meminimalisir semua kontak fisik juga
mengurangi jumlah kru yang turun langsung ke lapangan untuk produksi. Sebelum pandemi dahulu
membutuhkan puluhan bahkan ratusan kru untuk membuat video iklan atau video
komunikasi, namun saat pandemi banyak produksi melakukan efisiensi jumlah crew
hanya 10-20 orang maksimum dan membiasakan untuk melakukan shooting di lokasi
outdoor. Jika tidak memungkinkan untuk
merekam sesuatu yang baru atau melakukan shooting di lokasi outdoor, tim
produksi dituntut untuk menjadi super kreatif dan produktif. Dalam kasus
tertentu output video dapat dilakukan dengan konsep animasi atau grafik gerak. Dalam kasus lain, pengambilan
video sendiri atau UGC (User Generated Content) juga dapat di implementasikan
dengan menggunakan smartphone. Caranya adalah dengan mengirimkan kit pembuatan
video sendiri kepada talent dengan menyertakan lampu dan mikrofon kecil. Tim produksi dapat memantau dari jarak jauh
melalui video conference dalam proses pengambilan gambar tersebut. Perlahan, bisnis dan industri
mulai beradaptasi dengan konsep new normal hingga produksi virtual dengan
implementasi teknologi meningkat secara signifikan. Dengan kondisi minim kontak
fisik, semua komunikasi yang terjadi dari bisnis atau brand kepada konsumen
dilakukan melalui secara virtual dan dibungkus menjadi konten visual yang
berkualitas. Live streaming, online event,
virtual conference, video interview, online digital campaign merupakan konten
yang berkembang secara signifikan selama pandemi. Fotto dari SweetEscape
sebagai platform video dan fotografi kreatif juga mengalami penyesuaian untuk
dapat mengakomodir permintaan pasar. Fotto mengkoordinasi dan merampingkan
produksi konten secara virtual dan dapat dilakukan dari mana saja dalam waktu
bersamaan. Contohnya sebuah brand
multinasional membutuhkan video internal communication di 15 negara Asia
Pasifik dan Afrika, melalui platform crowdsourcing, klien dengan mudah
memanfaatkan jaringan fotografer dan videografer. Sehingga memungkinkan mereka
melakukan eksekusi project skala besar dengan budget yang efisien. Jangka waktu
yang dibutuhkan juga tidak berlangsung lama, karena seluruh aktivitas dilakukan
secara sistematis dan terorganisasi demi menjaga keamanan baik talent/object
maupun fotografer dan videografer yang terlibat. Tak hanya itu, klien tidak perlu
ada di lokasi shooting karena tim akan mengaplikasikan live review jarak jauh
melalui video conference saat virtual shooting berlangsung. Sehingga semua
diskusi dan produksi dilakukan secara virtual untuk meminimalisir kontak fisik
secara langsung. Penerapan inovasi dan teknologi
dalam industri fotografi dan videografi diharapkan dapat mendukung program
pemerintah untuk mencapai kebangkitan industri ekonomi kreatif dan digital
Indonesia menjadi sektor kebanggaan dan unggulan di tahun 2045. Melihat dari
perkembangan digital ekonomi kreatif, data menunjukkan bahwa terdapat 11,7 juta
pelaku UKM terlibat dalam industri ini. Kedepannya seiring potensi
digital ekonomi kreatif semakin berkembang, kebutuhan dari konten visual yang
berkualitas harus bisa memanfaatkan dan memberdayakan teknologi hyperconnectivity
bagi pelaku industri fotografi dan videografi di Indonesia.
|