Pemahaman mengenai teori warna merupakan pengetahuan umum yang sangat berguna dalam berbagai konteks. Keberadaan warna sebagai unsur benda memiliki daya tarik yang mudah dikenali oleh masyarakat. Warna menjadi pusat perhatian alami dari segala elemen benda, yang langsung terasa keberadaannya. Oleh karena itu, manfaat dan peran dari memahami teori warna sudah tidak perlu diragukan lagi. Menyelami konsep ini akan membuka berbagai peluang baru dalam proses kreatif.

Dengan kekuatan yang dimiliki unsur warna, dalam konteks seni dan desain, seringkali dianggap sebagai sesuatu yang dapat mengalihkan perhatian. Oleh karena itu, teori warna seringkali diperkenalkan pada tahap belajar yang lebih lanjut. Dalam program studi seni lukis, materi warna biasanya diajarkan setelah siswa memahami berbagai unsur lain, terutama unsur gelap-terang atau value. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa mempelajari warna terlebih dahulu dapat mengurangi pemahaman siswa terhadap unsur gelap-terang.

Teori warna yang dibahas di sini mengulas tentang bagaimana warna terbentuk. Menyingkap proses terbentuknya warna akan memberikan sudut pandang yang segar dalam memahami nilai estetika warna. Anda dapat menemukan berbagai konsep teori warna yang umumnya digunakan dalam studi desain dan seni rupa, seperti harmoni warna, dimensi warna, dan sebagainya di sini:

Pengertian Warna

Warna adalah hasil persepsi visual yang timbul dari cahaya yang dipantulkan oleh benda yang terkena sinar tersebut. Ketika sebuah objek memantulkan cahaya, objek tersebut menyerap sebagian atau seluruh spektrum warna yang dipantul. Sebagai contoh, jika hanya warna merah yang dipantulkan dan warna lainnya diserap, maka objek tersebut akan tampak berwarna merah. Dalam konteks seni rupa dan desain, Prawira mendefinisikan warna sebagai salah satu unsur keindahan yang melibatkan aspek visual di samping unsur-unsur lainnya (Sulasmi Darma Prawira, 1989, halaman 4).

Lebih lanjut, Sadjiman Ebdi Sanyoto (2005, halaman 9) memberikan definisi warna dari dua perspektif, yaitu fisik dan psikologis. Secara fisik, warna merujuk pada karakteristik cahaya yang dipancarkan, sementara secara psikologis, warna merupakan bagian dari pengalaman indera penglihatan. Definisi warna ini mencakup tiga elemen kunci, yakni objek, mata, dan unsur cahaya.


Secara umum, warna dapat dijelaskan sebagai cahaya yang dipantulkan oleh suatu objek, yang kemudian diinterpretasikan oleh mata berdasarkan cahaya yang diterimanya dari objek tersebut. Perlu dicatat bahwa sifat permukaan objek yang memantulkan cahaya juga dapat dipengaruhi oleh pigmen warna, baik itu alami maupun hasil rekaan manusia, seperti penggunaan cat.

Sudut Pandang Warna

Menurut Sanyoto, warna dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan sumbernya, yaitu warna aditif dan warna subtraktif (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2005, halaman 17–19). 

Warna aditif berasal dari cahaya dan terkait dengan spektrum, sementara warna subtraktif berasal dari bahan dan melibatkan penggunaan pigmen. Temuan Newton, sebagaimana dikemukakan oleh Prawira (1989: 26), memberikan dukungan untuk pemahaman bahwa warna adalah fenomena alam yang melibatkan cahaya dengan spektrum atau pelangi, serta pigmen. Prawira (1989, halaman 31) juga menjelaskan bahwa pigmen adalah substansi pewarna yang dapat larut dalam cairan pelarut.

Teori Warna (Penyebab Terjadinya Warna)

Warna saat ini mungkin dianggap sesuatu yang lumrah dan lazim dalam kehidupan sehari-hari. Kita dapat dengan mudah menemui warna di berbagai situasi. Namun, pada masa lalu, warna memiliki nilai yang sangat langka, terutama warna biru yang hanya dapat dihasilkan dari organisme langka seperti kerang. Pada masa itu, pengetahuan tentang pembentukan warna masih sangat terbatas, dan belum ada pemahaman tentang sistematika pengelompokan warna. Pengelompokan warna masih bergantung pada pengamatan dan persepsi semata.

Perkembangan signifikan terjadi saat Newton memecahkan misteri warna dengan pendekatan ilmiah. Sir Isaac Newton menjadi pionir yang berhasil mengungkapkan proses terbentuknya warna. Sebelum Newton, banyak pemikir lain yang mencoba namun gagal mengungkap rahasia di balik pembentukan warna.

Teori Warna Pra Newton
Pemahaman tentang warna pada era saat ini sebenarnya sudah tidak lagi relevan, namun tetap berharga sebagai pembelajaran tentang upaya pemikir di masa lalu dalam mengungkap misteri warna. Aristoteles, sebagai contoh, mengajukan pandangan bahwa kombinasi antara terang dan gelap dapat menghasilkan warna. Meskipun seorang pemikir besar seperti Aristoteles pun terjebak dalam konsep gelap-terang. Sekali lagi, hal ini menegaskan pentingnya memahami konsep gelap-terang sebelum memahami warna.

Teori campuran warna yang diajukan oleh Francois d'Aguilon pada tahun 1613 menyatakan bahwa warna putih dan hitam dianggap sebagai warna primer, sementara merah, kuning, dan biru dianggap sebagai warna yang memiliki posisi lebih tinggi. Dalam pandangannya, terlihat bahwa konsepnya tentang hitam dan putih sebagai warna masih terpengaruh oleh aspek gelap-terang dan warna. Dia menyatakan bahwa hitam dan putih sebenarnya bukanlah warna, melainkan variasi dari tingkat kegelapan dan kecerahan (value).

Teori Warna Newton

Pembahasan ilmiah mengenai warna dimulai dengan penemuan Sir Isaac Newton yang terdokumentasi dalam bukunya "Optics" (1704). Newton menyatakan bahwa warna terdapat dalam cahaya dan bahwa cahaya adalah sumber warna bagi semua objek. Temuannya ini berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukannya.

Dalam eksperimen tersebut, seberkas cahaya putih matahari disorotkan melalui sebuah lubang kecil ke dalam sebuah ruangan gelap dan diteruskan melalui sebuah prisma. Hasilnya menunjukkan bahwa cahaya putih matahari yang awalnya tampak tanpa warna bagi mata manusia, sebenarnya memiliki warna ketika melewati prisma. Cahaya ini terpecah menjadi susunan warna yang terdiri dari merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu.

Susunan tersebut kemudian dikenal sebagai spektrum cahaya. Jika spektrum cahaya tersebut dikumpulkan dan dilewatkan kembali melalui prisma, cahaya tersebut kembali menyatu dan membentuk cahaya putih. Dengan demikian, cahaya putih sebenarnya merupakan gabungan dari cahaya berwarna yang terdapat dalam spektrum.

Berdasarkan hasil eksperimen tersebut, Newton menyimpulkan bahwa objek-objek tidak memiliki warna sama sekali jika tidak terpapar cahaya. Sebuah objek yang tampak berwarna kuning, misalnya, sebenarnya terjadi karena fotoreseptor pada mata manusia menangkap cahaya hijau yang dipantulkan oleh objek tersebut. Sebagai contoh lain, apel yang terlihat berwarna merah bukan disebabkan oleh warna merah pada apel tersebut, melainkan karena apel hanya memantulkan cahaya merah sementara menyerap warna cahaya lainnya dalam spektrum.

Apel tampak berwarna merah karena hanya cahaya merah yang dipantulkan oleh apel, sementara cahaya lainnya diserap. Sebaliknya, benda yang berwarna putih memantulkan semua cahaya spektrum yang mengenainya tanpa ada yang diserap. Sebuah objek tampak berwarna hitam jika menyerap semua unsur warna cahaya dalam spektrum dan tidak memantulkan cahaya, atau jika objek tersebut minim menerima cahaya.

Cahaya merupakan sumber tunggal dari warna, dan objek-objek yang tampak berwarna adalah hasil dari kemampuan mereka memantulkan, menyerap, dan meneruskan warna-warna dalam cahaya. Oleh karena itu, ketika memberikan warna pada suatu objek, sebenarnya kita sedang mengubah daya pantul dan daya serap benda tersebut melalui penggunaan pigmen.

Sumber : serupa.id

Info PMB :https://pmb.stekom.ac.id

Kerjasama/Penerimaan Mahasiswa Baru,

WA 24 jam : 081 -777-5758 (081 jujuju maju mapan )

AKUN IG:@universitasstekom

TIK tok:@universitasstekom

FP :https://www.facebook.com/stekom.ac.id/

TWITTER :https://twitter.com/unistekom

YOUTUBE :https://www.youtube.com/UniversitasSTEKOM

 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved